Sunday, October 28, 2012


BAB I Pendahuluan


1.1 Pengertian demokrasi


 Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara. Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. Demokrasi ialah suatu bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances. Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan. Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih). Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana). Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat. Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut. Dalam pelaksanaanya, banyak sekali penyimpangan terhadap nilai-nilai demokrasi baik itu dalam kehidupan sehari-hari di keluarga maupun masyarakat. Permasalahan yang muncul diantaranya yaitu: a. Belum tegaknya supermasi hukum. b. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam kehidupan bermasnyarakat, berbangsa dan bernegara. c. Pelanggaran terhadap hak-hak orang lain. d.Tidak adanya kehidupan berpartisipasi dalam kehidupan bersama (musyawarah untuk mencapai mufakat). Agar kita mengetahui kekurangan dari demokrasi pancasila, maka penulis akan memaparkan perbedaan demokrasi bangsa kita dengan demokrasi yang dianut oleh bangsa Amerika. Untuk itu, penulis menyusun makalah ini dengan judul “PERBEDAAN DEMOKRASI INDONESIA DENGAN DEMOKRASI AMERIKA”. 1.2 Tujuan Tujuan dari makalah ini adalah : 1. Memaparkan prinsip prinsip demokrasi 2. Memaparkan kekurangan dan kelebihan dari masing masing demokrasi 3. Memaparkan fungsi demokrasi pancasila dan demokrasi Liberal. 1.3 Batasan Masalah Karena banyaknya permasalahan-permasalahan yang timbul, maka makalah ini hanya akan membahas tentang perbedaan dari sistem yang berlaku pada masing masing demokrasi tersebut. 1.4 Sistematika Penulisan Agar makalah ini dapat dipahami pembaca, maka penulis membuat sistematika penulisan makalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini berisikan latar belakang mengenai pengertian demokrasi, identifikasi masalah yang ditimbulkan oleh pelanggaran terhadap nilai-nilai demokrasi, tujuan dibuatnya makalah ini, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB II TEORI DEMOKRASI PANCASILA DAN DEMOKRASI LIBERAL Dalam bab teori demokrasi berisikan pengertian demokrasi, landasan-landasan demokrasi, kelebihan dan kekurangan demokrasi pancasila dengan demokrasi Liberal, fungsi demokrasi pancasila dan LIberal. BAB III KESIMPULAN dan SARAN Dalam Bab kesimpulan dan saran merupakan bab terakhir yang bertujuan untuk menyimpulkan isi materi makalah penulis.


 BAB II TEORI DEMOKRASI PANCASILA DAN DEMOKRASI LIBERAL


 Demokrasi Pancasila Demokrasi Pancasila ialah suatu demokrasi yang mengutamakan musyawarah mufakat tanpa oposisi dalam doktrin Manipol USDEK disebut pula sebagai demokrasi terpimpin merupakan demokrasi yang berada dibawah komando Pemimpin Besar Revolusi kemudian dalam doktrin repelita yang berada dibawah pimpinan komando Bapak Pembangunan arah rencana pembangunan daripada suara terbanyak dalam setiap usaha pemecahan masalah atau pengambilan keputusan, terutama dalam lembaga-lembaga negara. Prinsip dalam demokrasi Pancasila sedikit berbeda dengan prinsip demokrasi secara universal. Ciri demokrasi Pancasila • pemerintah dijalankan berdasarkan konstitusi • adanya pemilu secara berkesinambungan • adanya peran-peran kelompok kepentingan • adanya penghargaan atas HAM serta perlindungan hak minoritas. • Demokrasi Pancasila merupakan kompetisi berbagai ide dan cara untuk menyelesaikan masalah. • Ide-ide yang paling baik akan diterima, bukan berdasarkan suara terbanyak. Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi konstitusional dengan mekanisme kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan negara dan penyelengaraan pemerintahan berdasarkan konstitusi yaitu Undang-undang Dasar 1945[4]. Sebagai demokrasi pancasila terikat dengan UUD 1945 dan pelaksanaannya harus sesuai dengan UUD 1945.[4] Prinsip Demokrasi Pancasila Prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut Untuk mewujudkan sebuah negara demokrasi bukan suatu hal yang mudah, meskipun sebuah negara itu telah memenuhi kriteria seperti pengertian demokrasi di depan. Demokrasi tidak dirancang demi efisiensi, melainkan demi sebuah tanggung jawab. Sebuah pemerintahan demokratis tidak bisa bergerak cepat dalam bertindak secepat pemerintahan otoriter. Pemerintahan demokratis mengambil tindakan harus mendapat dukungan rakyat. Oleh karena itu, pemerintahan demokratis harus menata system pemerintahannya dengan baik. Adapun prinsip – prinsip demokrasi pancasila adalah : 1. Pemerintahan berdasarkan konstitusi Dalam menyelanggarakan pemerintah harus dilakukan berdasarkan konstitusi yang disepakati dengan rakyat. Konstitusi merupakan sesuatu produk hukum, undang-undang, dokumen organik dari pemerintah yang mengatur kekuasaan dari pemerintah. Konstitusi merupakann produk hukum, undang-undang, dokumen organik dari pemerintahan, maka dari itu dalam menyelenggarakan pemerintahan harus dilakukan berdasarkan konstitusi yang disepakati oleh rakyat, dan mengikuti peraturan yang ada. 2. Pemilihan umum yang demokratis Pemerintahan demokratis apabila para pejabat yang memimpin pemerintahan dipilih secara bebas oleh rakyat dengan cara terbuka dan jujur. Dengan adanya pemilihan umum yang demokratis ini, rakyat bebas memilih pemimpin. 3. Pemerintahan lokal (Desentralisasi Kekuasaan) Suatu pemerintahan yang memiliki wilayah luas tidak efektif dalam menyelenggarakan pemerintahan jika tidak ada pembagian kekuasaan, tanggung jawab, dalam kewenangan. Oleh karena itu, pemerintahan demokratis akan membagi dan membentuk wilayahnya menjadi beberapa pemerintahan lokal. Keberadan pemerintahan lokal yang dipilih rakyat memiliki kewenangan sehingga rakyat bisa berpatisipasi aktif dalam pemerintahan. Prinsip demokratis dalam menyelenggarakan pemerintahan, jika tidak ada pembagian kekuasaan, tanggung jawab, dan kewenangan pastinya wilayah luas tidak dapat efektif dalam menyelenggarakan pemerintahannya. 4. Pembuat undang-undang Suatu pemerintahan akan berajalan teratur dan demokratis jika diatur melalui undang-undang. Oleh karena itu, pembuatan undang-undang dalam masyarakat demokrasi juga melalui proses dari bawah, yaitu masyarakat. Kunci pokok pembuatan undang-undang yang demokratis terletak pada sifat keterbukaan prosesnya bagi rakyat dan pemahaman terhadap pemahaman rakyat. Dengan adanya pembuatan undang-undang suatu Negara mempunyai norma dan pemerintahan akan berjalan teratur dan demokratis 5. Sistem peradilan yang independen Pengadilan mempunyai kekusaan yang besar dalam Negara demokratis, misalnya menbyatakan tidak sah tindakan parlemen, memerintahkan tindakan kepresidenan, tempat perlindugan hak-hak individu atas kesewenag-wenagan. Oleh karena begitu berdasarkan kekusaan pengadilan maka pengadilan harus bersifat indepeden dan bebas dari pengaruh politik. System peradilan yang independen maksudnya peradilan harus bebas dari pengaruh politik. Pengadilan mempunyai kekuasaan yang besar dalam suatu Negara. Pengadilan menentukan yang bersalah dan tidak bersalah. 6. Kekusaan lembaga kepresidenan Suatu masyarakat demokratis harus memiliki pimpinan eksekutif yang mampu memikul tanggung jawab pemerintahan mulai dari administrasi kecil sampai membela Negara. Pimpinan eksekutif memiliki kekuasaan menjalankan tugasnya, namun harus dibatasi kewenangannya agar tidak terjadi kediktatoran. Lembaga eksekutif harus memikul tanggung jawab dan menjalankan kebijakan yang ada. Agar tidak terjadi kediktatoran. 7. Peran media yang bebas Media sebagai wahana bagi rakyat untuk menyampaikan kritik, ide, dan gagasan kepada pemerintahan. Media juga menjadi alat yang dapat menginvestigasi jalannya pemerintahan. Hal ini dikarenakan media berperan sebagai kontrol bagi pemerintah. Media adalah salah satu sarana untuk menyampaikan ide dan gagasan kepada pemerintahan. Selain itu media sebagai sarana informasi dengan berbagai permasalahan dalam pemerintahan dan ketatatanegaraan. Media salah satu peran penting dalam ketatanegaraan. Prinsip-prinsip demokrasi : Peran kelompok-kelompok Kepentingan Kelompok kepentingan adalah wadah yang dibentuk masyarakat untuk mengakomodasikan berbagai kepentingan, ide, gagasan, dan kritik yang perlu disampaikan kepada pemerintah. Kelompok kepentingan ini seperti organisasi profesi (PWI, LDI, ISFI) dan LSM (Walhi, Kontras). Peran kelompok-kelompok kepentingan sangat berperan dalam demokrasi karena peran kepentingan merupakan berpartisipasi dari masyarakat/rakyat untuk berpartisipasi dalam demokratis, dan berpartisipasi dalam proses perumusan, pelaksanaan dan evaluasi kebijakan pemerintahan. Hak masyarakat untuk tahu Dalam kehidupan demokrasi, pemerintah harus bersikap terbuka. Artinya, memberitahu dan keleluasaan bagi rakyat untuk mengetahui berbagai kebijakan dari pemerintah. Dalam perkembangan demokrasi pemerintahan harus bersikap terbuka. Agar masyarakat mengetahui tentang permasalahan dalam Negara dan mengetahui kebijakan yang ada dalam Negara. Perlindungan hak-hak minoritas Demokrasi terkadang diidentikkan sebagai kehendak mayoritas. Demokrasi sebenarnya juga melindungi hak-hak minoritas agar tetap mendapatkan perlakuan baik dan penghormatan yang sederajat. Adanya perlindungan hak-hak minoritas sangat penting. Karena pada Negara demokrasi berlaku penghormatan hak-hak minoritas dan mayoritas. Kontrol sipil atas militer Dalam demokrasi, militer bukan hanya harus berada dibawah kontrol sipil, tetapi ia harus memiliki budaya yang tegas bahwa militer adalah abdi Negara. Sebagai abdi Negara, militer bertugas melindungi masyarakat dan demokrasi. Berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi diatas, secara umum disimpulkan bahwa prinsip demokrasi kewenangan rakyat merupakan sumber utama demokrasi itu sendiri. Kewenangan rakyat dalam hal ini adalah segala sesuatu harus ditentukan oleh rakyat. Negara-negara yang demokrasinya sangat kuat akan menerapkan secara prinsip demokrasi. Dalam pelaksanaannya masih banyak Negara yang memiliki kelemahan dan ketidaksesuaian dengan prinsip demokrasi. Oleh karena itu, penerapan prinsip-prinsip demokrasi akan berhasil jika pelaksanaan disesuaikan dengan situasi Negara dan kondisi masyarakat dalam Negara itu sendiri. Kontrol sipil bertugas melindungi masyarakat dan demokrasi yang terdapat dalam Negara. Militer melindungi masyarakat dan abdi Negara. Kewenangan rakyat harus ditentukan oleh rakyat sendiri. Dalam pelaksanaannya masih banyak Negara yang memiliki kelemahan dan ketidaksesuaian dengan prinsip demokrasi F Tujuh Sendi Pokok Dalam sistem pemerintahan demokrasi pancasila terdapat tujuh sendi pokok yang menjadi landasan, yaitu[5]: • 1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukum. Seluruh tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum. Persamaan kedudukan dalam hukum bagi semua warga negara harus tercermin di dalamnya. • 2. Indonesia menganut sistem konstitusional Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi. • 3. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi Seperti telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu, bahwa (kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara tertinggi sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi MPR mempunyai tugas pokok, yaitu[5]: Menetapkan UUD; Menetapkan GBHN; dan Memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden Wewenang MPR, yaitu[5]: • Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lain, seperti penetapan GBHN yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden • Meminta pertanggungjawaban presiden/mandataris mengenai pelaksanaan GBHN • Melaksanakan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden dan Wakil Presiden • Mencabut mandat dan memberhentikan presiden dalam masa jabatannya apabila presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar haluan negara dan UUD; • Mengubah undang-undang. • 4. Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi. Presiden selain diangkat oleh majelis juga harus tunduk dan bertanggung jawab kepada majelis. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib menjalankan putusan-putusan MPR. • 5. Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR mengawasi pelaksanaan mandat (kekuasaan pemerintah) yang dipegang oleh presiden dan DPR harus saling bekerja sama dalam pembentukan undang-undang termasuk APBN. Untuk mengesahkan undang-undang, presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Hak DPR di bidang legislatif ialah hak inisiatif, hak amandemen, dan hak budget. Hak DPR di bidang pengawasan meliputi[5]: • Hak tanya/bertanya kepada pemerintah • Hak interpelasi, yaitu meminta penjelasan atau keterangan kepada pemerintah • Hak Mosi (percaya/tidak percaya) kepada pemerintah • Hak Angket, yaitu hak untuk menyelidiki sesuatu hal • Hak Petisi, yaitu hak mengajukan usul/saran kepada pemerintah. • 6 Menteri Negara adalah pembantu presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR Presiden memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan menteri negara. Menteri ini tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi kepada presiden. Berdasarkan hal tersebut, berarti sistem kabinet kita adalah kabinet kepresidenan/presidensil. Kedudukan Menteri Negara bertanggung jawab kepada presiden, tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa, menteri ini menjalankan kekuasaan pemerintah dalam prakteknya berada di bawah koordinasi presiden. • 7 Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR kuat karena tidak dapat dibubarkan oleh presiden dan semua anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. DPR sejajar dengan presiden[5]. F Fungsi Demokrasi Pancasila Adapun fungsi demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut[6]: • Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara Contohnya: Ikut menyukseskan Pemilu Ikut menyukseskan pembangunan Ikut duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan. • Menjamin tetap tegaknya negara RI • Menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional • Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila • Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara • Menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab, Contohnya: Presiden adalah mandataris MPR, Presiden bertanggung jawab kepada MPR. F Demokrasi Deliberatif Dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 dan sila ke-4 Pancasila, dirumuskan bahwa “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan”. Dengan demikian berarti demokrasi Pancasila merupakan demokrasi deliberatif. Dalam demokrasi deliberatif terdapat tiga prinsip utama : 1. prinsip deliberasi, artinya sebelum mengambil keputusan perlu melakukan pertimbangan yang mendalam dengan semua pihak yang terkait 2. prinsip reasonableness, artinya dalam melakukan pertimbangan bersama hendaknya ada kesediaan untuk memahami pihak lain, dan argumentasi yang dilontarkan dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. 3. prinsip kebebasan dan kesetaraan kedudukan, artinya semua pihak yang terkait memiliki peluang yang sama dan memiliki kebebasan dalam menyampaikan pikiran, pertimbangan, dan gagasannya secara terbuka serta kesediaan untuk mendengarkan. Demokrasi yang deliberatif diperlukan untuk menyatukan berbagai kepentingan yang timbul dalam masyarakat Indonesia yang heterogen[7]. Jadi setiap kebijakan publik hendaknya lahir dari musyawarah bukan dipaksakan[7]. Deliberasi dilakukan untuk mencapai resolusi atas terjadinya konflik kepentingan[7]. Maka diperlukan suatu proses yang fair demi memperoleh dukungan mayoritas atas sebuah kebijakan publik demi suatu ketertiban sosial dan stabilitas nasional F Demokrasi Pancasila dalam Beberapa Bidang • Bidang ekonomi Demokrasi Pancasila menuntut rakyat menjadi subjek dalam pembangunan ekonomi.[7] Pemerintah memberikan peluang bagi terwujudnya hak-hak ekonomi rakyat dengan menjamin tegaknya prinsip keadilan sosial sehingga segala bentuk hegemoni kekayaan alam atau sumber-sumber ekonomi harus ditolak agar semua rakyat memiliki kesempatan yang sama dalam penggunaan kekayaan negara.[7] dalam implikasi pernah diwujudkan dalam Program ekonomi banteng tahun 1950, Sumitro plan tahun 1951, Rencana lima tahun pertama tahun 1955 s.d. tahun 1960, Rencana delapan tahun dan terakhir dalam Repelita kesemuanya malah menyuburkan korupsi dan merusaknya sarana produksi.[7] Hal ini ditujukan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 dan sila ke-5 Pancasila.[7] Maka secara kongkrit, rakyat berperan melalui wakil-wakil rakyat di parlemen dalam menentukan kebijakan ekonomi.[7] • Bidang kebudayaan nasional Demokrasi Pancasila menjamin adanya fasilitasi dari pihak pemerintah agar keunikan dan kemajemukan budaya Indonesia dapat tetap dipertahankan dan ditumbuhkembangkan sehingga kekayaan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat terpelihara dengan baik.[7] Terdapat penolakan terhadap uniformitas budaya dan pemerintah menciptakan peluang bagi berkembangnya budaya lokal sehingga identitas suatu komunitas mendapat pengakuan dan penghargaan. DEMOKRASI LIBERAL Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah.[1] Dalam demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi.[2] Demokrasi liberal pertama kali dikemukakan pada Abad Pencerahan oleh penggagas teori kontrak sosial seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau. Semasa Perang Dingin, istilah demokrasi liberal bertolak belakang dengan komunisme ala Republik Rakyat. Pada zaman sekarang demokrasi konstitusional umumnya dibanding-bandingkan dengan demokrasi langsung atau demokrasi partisipasi. Demokrasi liberal dipakai untuk menjelaskan sistem politik dan demokrasi barat di Amerika Serikat, Britania Raya, Kanada. Konstitusi yang dipakai dapat berupa republik (Amerika Serikat, India, Perancis) atau monarki konstitusional (Britania Raya, Spanyol). Demokrasi liberal dipakai oleh negara yang menganut sistem presidensial (Amerika Serikat), sistem parlementer (sistem Westminster: Britania Raya dan Negara-Negara Persemakmuran) atau sistem semipresidensial (Perancis). Krisis dan kritik terhadap model demokrasi liberal sebenarnya sudah jauh hari diingatkan oleh beberapa kalangan. Kritik terhadap demokrasi datang dari tradisi Marxisme – utamanya Lenin – yang menyebut bahwa demokrasi sebenarnya adalah siasat kaum borjuis. Lenin mengolok demokrasi liberal sebagai kediktatoran kaum borjuis (the dictatorship of borguise), dimana instrumen dan sumberdaya kekuasaan yang berupa hukum, ekonomi dan politik terkonsentrasi pada segelintir kelompok borjuis saja. Karena itu, alih-alih berpihak kepada kesejahteraan proletar, model demokrasi ini hanya akan menghasilkan model politik massa mengambang serta lahirnya oligarkh dan teknokrat politik yang enggan berbaur dan menjawab tuntutan serta penderitaan rakyat. Tidak hanya pada tradisi marxisme, kritik terhadap demokrasi liberal juga datang dari kalangan pendukungnya sendiri. Ironi ini bermula dari teoretisi demokrasi Joseph Schumpeter yang menafsirkan demokrasi hanya terbatas sebagai mekanisme memilih pemimpin melalui pemilu yang kompetitif dan adil. Senada dengan itu, Samuel P. Huntington, sama naifnya dengan Schumpeter, juga menyanyikan nada yang seirama. Bagi Huntington, kualitas demokrasi diukur oleh pemilihan umum yang kompetitif, adil, jujur dan berkala dan partisipasi rakyat yang tinggi selama pemilu. Cita-cita mulia demokrasi direduksi menjadi sebatas hal yang prosedural dan teknis. Akibatnya, demokrasi hanya diwujudkan dalam pemilu. Suara rakyat dibutuhkan dan ditambang hanya ketika pemilu datang. Setelah itu, suara rakyat ditendang dan dikhianati; kebijakan publik tidak lagi memihak rakyat, harga-harga semakin mahal, penggusuran dimana-mana, BBM dinaikkan, pendidikan dan kesehatan dikomersialisasikan, kemiskinan dan pengangguran tetap saja berkembang biak. Demokrasi, dalam cita-cita yang sesungguhnya, perlahan-lahan mati. Dalam konteks ini kritik Geoff Mulgan terhadap paradoks demokrasi sangat tepat dan jitu. Ada tiga hal pokok dalam kritiknya terhadap demokrasi. Pertama, demokrasi cenderung melahirkan oligarki dan teknokrasi. Bagaimana mungkin tuntutan rakyat banyak bisa diwakili dan digantikan oleh segelintir orang yang menilai politik sebagai karier untuk menambang keuntungan finansial? Kedua, prinsip-prinsip demokrasi seperti keterbukaan, kebebasan dan kompetisi juga telah dibajak oleh kekuatan modal. Yang disebut keterbukaan, hanya berarti keterbukaan untuk berusaha bagi pemilik modal besar, kebebasan artinya kebebasan untuk berinvestasi bagi perusahaan multinasional, kompetisi dimaknai sebagai persaingan pasar bebas yang penuh tipu daya. Ketiga, media yang mereduksi partisipasi rakyat. Kelihaian media mengemas opini publik membuat moralitas politik menjadi abu-abu, juga cenderung menggantikan partisipasi rakyat. Ini berujung pada semakin kecil dan terpinggirkannya ‘partisipasi langsung’ dan ‘kedaulatan langsung’ rakyat. Tidak hanya itu, sesat pikir kaum demokrasi prosedural juga karena ia menyembunyikan fakta tentang negara dan kekuasaan. Negara, seperti kita semua maklum, adalah tempat akses dan relasi ekonomi, politik, hukum berlangsung. Karena itu, sistem demokrasi juga berhadapan dengan masalah ekonomi. Negara dan sistem demokrasi juga berhubungan dengan masalah bagaimana menciptakan kesejahteraan, bagaimana menjalankan dan mengatur finansial sebuah negara. Karena itu negara membutuhkan sebuah persekutuan yang taktis dan cepat. Karena hanya model ekonomi kapitalisme yang tersedia – yang bertumpu pada kekuatan modal besar -, maka demokrasi membutuhkan kapitalisme, begitu juga sebaliknya. Dari sini, persekutuan najis itu mulai tercipta. Di ujung jalan, tampaknya kapitalismelah yang berkuasa. Atas nama kemajuan dan perdagangan bebas, ia mulai mengangkangi negara. Atas nama pertumbuhan ekonomi, ia mulai menyiasati demokrasi. Lalu muncullah makhluk lama dengan baju yang baru: neoliberalisme. Sebuah makhluk yang mengendap-endap muncul, lalu menjalankan taktik “silent takeover”. Istilah terakhir ini dipinjam dari Noreena Heertz, artinya kurang lebih sebuah penjajahan yang terselubung. Liberalisme sebagai gagasan terdiri atas dua tingkat yang saling berhubungan. Pada tingkat pertama, liberalisme adalah sekumpulan prinsip filosofis yang mengatur soal kesetaraan, kebebasan, individualitas dan rasionalitas. Liberalisme mengatur bahwa seseorang tidak secara kodrati lebih rendah dibanding orang lain. Setiap orang, bagi liberalisme, memiliki peluang yang sama untuk mengaksentuasi bakat dan kecakapannya. Di sini liberalisme tidak menginginkan kesamaan hasil melainkan kesempatan. Dua orang diberi kesempatan sama berdagang di pasar. Kesuksesan keduanya tergantung pada jerih payah dan kerja keras masing-masing, bukan status sosial yang disandang. Liberalisme menegaskan betapa setiap orang adalah otonom dalam artian memiliki kapasitas untuk menimbang dan memutuskan secara independen. Oleh sebab itu, setiap orang tidak boleh dijadikan alat bagi tujuan orang atau kelompok lain, semulia apa pun tujuan tersebut. Individu mendahului komunitas. Komunitas tak lain adalah agregat individu dengan beraneka kepentingan dan keinginan. Terakhir, liberalisme menetapkan bahwa setiap klaim yang diajukan di ruang publik wajib diperiksa secara kritis dan imparsial. Sikap individu terhadap asuransi sosial harus dapat diperdebatkan secara terbuka apabila sikap tersebut ingin dilegalisir menjadi undang-undang. Di atas tingkat filsafat, liberalisme menghuni tingkatan yang lebih praktis bernama politik. Pada tingkat politik, liberalisme dapat dipahami dalam tiga prinsip utama. Pertama, pemisahan negara dan masyarakat sipil. Pemisahan ini bertujuan menjaga negara untuk tidak campur tangan terlalu jauh pada urusan warganya. Negara hanya berfungsi meregulasi dan memfasilitasi interaksi sosial. Itu dilakukan dengan, misalnya, menyediakan sarana telekomunikasi. Negara, namun demikian, tidak dapat menentukan isi pembicaraan antar warganegaranya. Kedua, supremasi hukum. Supremasi hukum didesain untuk memastikan bahwa setiap tindak tanduk negara tidak semena-mena dengan senantiasa berkoridorkan hukum yang tak berpihak. Keputusan negara mengambil alih lahan warganya bukan perampasan karena sesuai dengan hukum yang mengatur “apropriasi milik pribadi untuk kepentingan umum”. Ketiga, parlementarianisme. Parlementarianisme singkatnya adalah pemerintahan dengan dan melalui diskusi Esensi parlementarianisme adalah konfrontasi antara gagasan dan opini untuk mendapatkan kebijakan yang imparsial. Parlemen adalah ruang tempat berbagai gagasan dan opini bertemu dan diperdebatkan. Semua itu dimaksudkan untuk mencegah satu gagasan dari kelompok dominan serta-merta menjadi kebijakan. Pada tiga tingkatan di atas, demokrasi dan liberalisme bertemu dan bersenyawa. Namun, tidak semua filsuf politik setuju dengan persenyawaan antara demokrasi dan liberalisme. Carl Schmitt, misalnya, menjelaskan betapa demokrasi dengan liberalisme sesungguhnya tak dapat dipertemukan. Schmitt mulai dengan gagasan tentang kesetaraan. Kesetaran liberal adalah kesetaran formal. Kesetaran formal memperlakukan semua orang secara sama dengan tolok ukur kemanusiaan universal. Semua orang, selama disebut manusia, memiliki peluang yang sama untuk mengembangkan bakat dan kecakapannya. Status seseorang tidak diberikan ketika lahir melainkan dicapai dengan kerja keras pribadinya. Demokrasi, sebaliknya, tidak menganut kesetaran formal melainkan substantif. Kesetaran substantif memutar ulang konsep keadilan lama dari Aristoteles: “yang sama diperlakukan sama, yang tidak sama diperlakukan lain”. Demos adalah konsep yang berpagar. Kesetaran hanya berlaku pada demos sebagai yang terbatas. Demos diukur berdasarkan partisipasinya terhadap substansi politik yang sama. Mereka yang tidak berbagi substansi politik yang sama adalah non-demos sehingga boleh diperlakukan tidak sama. Demokrasi berkerja dengan gagasan homogenitas, bukan heterogenitas. Bagi Schmitt, prinsip homogenitas ditemukan dalam filsafat kontrak Rousseau. Dalam filsafat Rousseau, heterogenitas kepentingan dan keinginan tidak akan menghasilkan kontrak apa pun jika tidak ada gagasan tentang kebaikan umum alias homogenitas. Tiga prinsip demokrasi liberal (non intervensi, supremasi hukum dan parlementarianisme) bertolak belakang dengan dua fenomena historis yakni: demokrasi massa dan ekonomi industrial. Kombinasi politik antara demokrasi massa dan ekonomi industrial sudah menyendera negara. Negara disandera oleh berbagai kepentingan mulai dari sosial, budaya sampai ekonomi. Dengan demikian, negara pun tidak dapat menjadi sekadar regulator bagi berbagai urusan publik. Negara dipaksa untuk mengambil peran lebih besar dalam administrasi sosial mulai dari soal investasi, infrastruktur, kesejahteraan sosial dan pendidikan. Lebih dari itu, tersanderanya negara oleh kekuatan sipil juga merusak prinsip supremasi hukum. Negara tidak lagi mengambil kebijakan berdasarkan norma universal melainkan tekanan kelompok sosial. Negara, misalnya, tidak memperjuangkan asuransi sosial bagi semua warganegara berdasarkan tekanan perusahaan asuransi swasta. Negara juga mengeluarkan surat keputusan bersama yang melarang kegiatan organisasi keagamaan tertentu atas permintaan kelompok mayoritas. Demokrasi massa dan ekonomi industrial adalah anatema bagi liberalisme. Demokrasi massa telah menggantikan debat rasional di ruang publik dengan kehendak umum yang homogen. Dalam kasus pelanggaran hak berkeyakinan, debat rasional telah digantikan oleh kehendak umum alias suara mayoritas. Di sisi lain, kompleksitas masyarakat industrial telah melumpuhkan fundamen bagi kehendak umum. Diferensiasi fungsional dalam masyarakat industrial telah mendorong lahirnya pluralisme kognitif dan moral. Individu tidak saja menghendaki barang yang sangat bervariasi dan konfliktual. Mereka juga sering mengadopsi jenis rasionalitas yang berbeda dari satu konteks ke konteks lainnya. Perusahaan penambang bekerja dengan logika akumulasi modal, sementara masyarakat setempat berpikir tentang lingkungan yang berkelanjutan. Artinya, dalam situasi demikian tidak ada agen kolektif bernama rakyat yang memiliki kehendak umum dan bulat. Apa yang terjadi adalah sebaliknya. Negara dikendalikan oleh kelompok elit dan rahasia yang bekerja membentuk kehendak umum melalui propaganda, pendidikan dan manipulasi yang terorganisir. Parlemen bukan tempat mendiskusikan berbagai urusan publik. Melainkan, itu sekadar kepanjangan tangan dari keputusan-keputusan yang dibuat di sekretariat koalisi. Semua itu membuktikan betapa ideal-ideal demokrasi liberal (supremasi hukum, non intervensi dan parlementarisme) dihancurkan dari dalam demokrasi itu sendiri. Carl Schmitt juga menuduh demokrasi liberal tidak memiliki kosakata untuk membicarakan “politikal”. Politik dalam konsep Schmitt “politikal” bukan diskusi melainkan keputusan. Keputusan politik bukan sesuatu yang disandarkan pada hukum yang tak berpihak melainkan situasi eksistensial konkret tentang siapa musuh dan bagaimana menghadapinya. Politik, singkatnya, bersandar pada logika lawan/kawan. Logika ini menempatkan pada domain yang berbeda dengan ekonomi (mitra dagang/lawan dagang), etika (baik/jahat) dan estetika (indah/buruk). Liberalisme, menurut Schmitt, telah mencampuradukan logika politik dengan logika ekonomi. Konfrontasi eksistensial pun berganti menjadi negosiasi untuk mencapai titik kesepakatan. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Demokrasi Pancasila Demokrasi Pancasila merupakan suatu paham demokrasi yang bersumber pada pandangan hidup atau falsafah hidup bangsa Indonesia yang digali dari kepribadian rakyat Indonesia sendiri. I. Kelebihan Demokrasi Pancasila 1. Selalu menghargai dan melindungi hak-hak asasi manusia Demokrasi ini selalu menghendaki adanya persamaan hak dan kewajiban sehingga dalam setiap melakukan proses politik yang berlaku di Negara Indonesia melibatkan seluruh pelaku Negara termasuk setiap warga Negara, seperti dalam pemilihan umum. 2. Selalu menjunjung tinggi hukum Sistem ini selalu menghendaki suatu pemerintahan yang benar-benar menjunjung tinggi hukum (rechtstaate) dan bukan berdasarkan kekuasaan belaka (machstaate). Dengan demikian, segala tindakan atau kebijaksanaan harus berdasarkan pada hokum yang berlaku. Hal ini menghapus kewenangan politik secara semena-mena sehingga membuat masyarakat lebih lancar melibatkan diri dalam proses politik di dalam berbangsa bernegara. 3. Menghendaki proses politik secara musyawarah dalam pengambilan keputusan Hal ini memang sangat diperlukan untuk menegakkan keadilan di Indonesia, sehingga politik di dalam suatu negara tidak menimbulkan perselisihan apalagi dalam perebutan kekuasaan pemerintahan. Musyawarah ini harus diliputi oleh semangat kekeluargaan. 4. Bebas, terbuka dan jujur untuk mencapai konsensus bersama Hal ini menjadi penyaluran pemikiran politik dari masyarakat sehingga tidak tertutup kemungkinan jika politik pemerintahan dikritik masyarakat itu sendiri. 5. Mengungkapkan seperangkat norma Menghambat politik tak bertanggungjawab sebagai substansi dari norma-norma dan kaidah-kaidah yang menjadi pembimbing dan kriteria dalam mencapai tujuan kenegaraan. II. Kekurangan Demokrasi Pancasila 1. Terjadinya kebebasan tak bertanggung jawab dari segenap oknum masyarakat dalam berpolitik baik dalam cakupan masyarakat ataupun pemerintah. 2. Belum ada batasan dalam berpolitik secara organisasi seperti maraknya partai politik di Indonesia sehingga menimbulkan kebingungan bagi masyarakat dalam pemilihan umum. Di samping itu kerap terjadi perselisihan antar kelompok politik dan perebutan kekuasaan. Kekurangan Demokrasi Liberal : 1. Multipartai, yang mengakibatkan aspirasi yang belum tersalurkan seluruhnya dengan baik. 2. Kebebasan mengeluarkan pendapat yang terlalu bebas, sehingga tidak ada pertanggungjawabannya. Kelebihan Demokrasi Liberal : 1. HAM dipegang teguh dan dijunjung tinggi oleh negara. 2. Bebas berekpresi tanpa ada batasan norma.


BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

 Dari pembahasan dan penjelasan diatas bahwa demokrasi pancasila lebih baik daripada demokrasi liberal yang dijalankan Amerika, karena demokrasi pancasila ada sebuah batasan norma dibanding demokrasi liberal amerika yang mana membebaskan sebebas-bebasnya dalam ekspresi berpolitik, sampai hal – hal yang berbau pornografipun bebas. Karena adanya kebebasan berkespresi yang tidak dibatasi. Untuk itulah kita sebagai negara timur harus bersyukur dengan demokrasi pancasila di negara kita karena sesuai pandangan hidup masyarakat kita sebagai negara timur.

No comments:

Post a Comment